Label

Pages

Jumat, 31 Mei 2013

Hari Galau Tembakau Sedunia

Rokok membunuh lebih banyak manusia daripada Mariyuana, membikin orang miskin tersebar dibandingkan  korupsi, dan membuat  kecanduan lebih berat daripada alkohol. Rokok adalah alat setan dan pemakainya adalah budak iblis. Begitu kira2 logikanya. Emang iya?

 Dunia adalah tempat manusia bertahan hidup, entah dengan racun atau obat disekitarnya. “Racun” membuat mereka bertahan menghadapi kerasnya hidup dan “obat” membuat mereka optimis akan terangnya harapan.  Semua melangkah kedepan dengan angan bisa melihat matahari terbit di keesokan harinya.  Tak ada yang beda karena kita sama, sama sama manusia.

Akhirnya Semuapun berjalan sesuai jalannya. Meskipun Tak ada yang tau kebenarannya hingga ujung finish menyapa. Himbauan dan larangan terlontar adalah naif karena sekali lagi aku katakan, kita sama, sama sama manusia. racun dan obat adalah absurd, pembatasnya adalah tipis, bahkan tak ada kalo mau dikaji lebih mendalam lagi.

berlanjut pada hal yang Lebih spesifik tentang racun dan obat, rokok merupakan sebuah dilema yang dari masa jahula menjadi perdebatan karena fungsi dan esensinya. Dianggap barang hina namun juga dipuja. Diludahi namun juga dipuji. ia adalah paket racun dan obat yang tak akan pernah terang rimbanya.

Dilemanya ternyata ternyata bukan hanya pada masalah rokok itu adalah “racun” dan berhenti menghisapnya merupakan “obat”  , atau rokok bisa menjadi racun ataupun obat sekaligus. Namun kondisi seperti apa ingin yang dikehendaki. Apakah ini sebuah kesepakatan atau Cuma inisiatif atas dasar kemanusian. Atau jangan – jangan sebuah modus bisnis, ah tipis.

Bukan bermaksud ofensif. dewasa ini “perokok” merupakan cerminan orang gila dan “pelarangnya” adalah kurang ajar. Dianggap orang gila karena merasa bangga bisa melubangi jantungnya sendiri tanpa alat bedah dan mekanisme operasi.  Ditambah dengan segala retorikanya mereka pun juga membuat pembenaran dari  apa yang mereka lakukan. Demi ekonomi, gaya hidup, sosial, ah apalah itu. Yang namanya retorika ya tetap retorika.

Pelarang pun adalah pihak yg kurang ajar,  tiba-tiba mereka menjadi polisi sosial dadakan berbintang lima yang berhak mengatur ini itu. Berkampanye hingga buih-buih liur tumpah disela2 bibirnya dan menjanjikan panjang umur bagi penganutnya. Apa hubungannya rokok dengan panjang umur, dengan angka statistik dan penelitian apa mereka akan beragumen. Ah paling benci dengan manusia yang satu ini. maaf anda bukan tuhan yg bisa menentukan umur.

Pemerintah pun munafik, mereka sebenarnya takut kehilangan rokok, pemerintah gelisah meniadakan rokok, pemerintah gundah mengahapus rokok. Rokok hingga sekarang tak pernah dilarang oleh mereka, rokok hanya dipersulit mendapatkannya.  Namun tetap saja mereka menghimbau pelarangannya. Dasar.

di negara berkembang seperti indonesia pembatasan rokok hanya berujung pada kenaikan harga tanpa mencapai titik yang diharapkan, yakni mengurangi jumlah perokok aktif. Perokok adalah subjek yang dinomor kesekian dalam perumusan kebijakannya.  Jadi siapa yang diuntungkan kalau sudah begini, pengusaha rokok kah, pemerintahkan, masyarakatkah, atau ah taulah

Hari tanpa tembakau sedunia akhirnya ibarat perayaan tanpa makna, yah selevel dengan acara hallowen dan valantine di negara-negara barat. Pemerintah  tak pernah membuat langkah staregis dalam menanggulangi secara sistematsis. Hari tersebut hanya dimaknai secar sepihak oleh golongan anti rokok dalam mendeskrditkan perokok. “Yawudah tinggal berhenti aja, apa susahnya”
hum, enak aja :p

Yawdahlah, kalo mau win win solution. G usah ada lah hari-hari model gituan, g penting juga buat masyarakat indonesia. Biarlah kepulan asap itu tetap terhembus melewati paru-paru hingga mulut mereka secara mulus, dengan catatan tak seenaknya sendiri dilingkungan umum. Toh ntar fakta yang membuktikan jikalau rokok itu memang besar racunnya dari pada obatnya. Penikmatnya akan mundur sendiri dengan legawa.

semoga :)

0 komentar:

Posting Komentar